Sebagian besar dari rakyat menganggap bahwa mereka para pemilik jabatan stuktural, fungsionaris maupun fungsi operasional dalam suatu sistem pemerintahan adalah individu yang memiliki kelebihan, terutama dalam pemanfaatan kekuasaan dan juga sumber daya negara, yang hal ini pada sebagian besar development countries dijadikan ajang oleh para individu yang non bertanggungjawab sebagai ajang ekspansi atas kepentingan pribadi terselubung , walaupun ada juga sebagian kecil individu yang mereka ini melaksanakan sistem secara "fair".
Penyimpangan perilaku ini terjadi sebagai akibat bahwa tidak semua lapisan masyarakat mendapatkan pendidikan "mantiq, nalar,logika" secara akademis, sehingga apa yang menjadi perspektif mereka para rakyat adalah perspektif mainstream yang mudah terdistorsi oleh media maupun ocehan berita burung yang tersebar secara "gethok tular" yang sering hal ini digunakan dan sengaja disebarkan oleh para politisi (buruh negara) untuk mendistorsi akal sehat suatu komunitas masyarakat guna mencapai suatu maksud dan tujuan subyktif para politisi.
Bagaimana fungsi media yang sesungguhnya dalam era digital sekarang telah ditelaah dalam referensi referensi akademis lokal maupun internasional, bahwa mayoritas media tidak dapat melepaskan diri dari paradigma penciptaan "komoditi" yang jelas memiliki nilai tukar dan berharap kepada suatu signifikasi growth dalam rangka pencapaian akumulasi profit yang harus selalu mengikuti kaidah keekonomian yang berujung kepada kesejahteraan (pemilik) "masyarakat operator".
Jabatan dalam bentuk apapun baik eksekutief, legislatief yudikatief maupun fungsionaris adalah merupakan cita cita individu yang didalamnya mengandung kehendak kesadaran dalam fungsi akal budi praktis yang berdasar kepada aturan aturan hukum materialis dari seorang subyek yang melihat fenomena jabatan secara obyek, yang kemudian dengannya diharapkan menghasilkan keuntungan-keuntungan kepada subyek secara individu maupun kelompok.
SUASI TERSTRUKTUR
Stratifikasi sosial politiek yang
dikembangkan oleh gerombolan yang mengaku dirinya aristokrat,birokrat, kleptokrat, yang hal ini terciptadan berguna
untuk membatasi kehendak dan akses rakyat dalam hubungannya dengan penguasaan atas asset
ekonomisch dan kekuasaan, yang pada akhirnya memungkinkan terjadinya BULLYING dari kelompok aristokrat, kleptokrat, birokrat kepada
kelompok RAKJAT DJELATA alias kasta "pak kromo" bin kaum marhaen karena telah di justifikasi oleh hukum moral yang di
tiupkan kedalam kesadaran kehidupan masyarakat, bahwa mempperduikan negara adalah bukan teritori mereka kaum rakyat.
SEHINGGA LOGISNYA
Jika
dalam perjalanan individu yang secara obyektief bergabung dalam suatu kelompok
kepentingan guna mencapai cita-citanya tidak dapat melaksanakan fungsinya
sesuai dengan KONSTITUSI, adalah hak dari pada komunitas RAKJAT DJELATA untuk
menolak kehadiranya dalam pengelolaan TERITORIAL, karena pembiaran akan
mengakibatkan terciptanya STRUKTUUR NON OBJEKTIEF dalam masa depan suatu sistem
sosial masyarakat yang menginginkan berkembangnya peradaban ke arah yang
logisch.
de ernero de 2015
atmosuryo tjah angon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar