Suatu hari aku terhenyak oleh sebuah kalimat yang tertulis pada lembaran kertas pembungkus kacang godok, yang makanan ini sering kami nikmati di alun-alun yogyakarta. Rekreasi ala kaum marginal yang kami lakukan adalah untuk melepaskan kepenatan tugas harian yang secara sadar kami laksanakan dan kami tahu bahwa golongan kami adalah pemilik stratifikasi sosial terendah dan berfungsi sebagai mangsa ideologis dari para makhluk predator yang bernama politisi pemonopoli anggaran, kekuasaan dan segala macam kebijakan dalam hubungannya dengan sistem sosial yang disebut sebagai negara.
“Satu-satunya
kepastian adalah ketidak pastian dan satu-satunya yang konstan adalah
perubahan”
Kalimat
ini bermakna filosofis yang sederhana dan mendalam serta membawa variabel multipel
tafsir, sehingga pada tingkat praktis akan ditemukan banyak variasi
interpretasi yang secara subyektif pasti akan sangat berbeda. Penyebab utama
perbedaan pandangan yang lahir pada tiap individu dikarenakan adanya faktor-faktor
internal subyek seperti:
-latar belakang geografis
-sosiologis
-psikologis
-afeksi-afeksi
-kognisi
-motivasi
-
Secara subyektif penulis
menyatakan bahwa filsafat sederhana tersebut lahir sebagai cara termudah (short cut) dari kalangan “ahli pikir”
dalam rangka memberikan suatu pemahaman yang komprehensif kepada khalayak maupun
individu tentang adanya“hukum ketidak
pastian atas segala yang ada di alam
semesta”, sehingga bagi mereka yang tidak memiliki waktu untuk belajar dan
mengkaji ilmu lain diluar ilmu yang telah mereka kuasai, dengan alasan
subyektif apapun, pada akhirnya dapat memahami bahwa “stagnasi adalah proses bunuh
diri secara perlahan yang sebenarnya dilakukan oleh alam bawah sadar subyek
maupun kolektif”.
Pemahaman akan makna ini dapat diberlakukan sebagai
kasus mengenai kesadaran subyektif
maupun kesadaran kolektif, tergantung
dari kaca mata mana kita memandang tentang suatu fenomena terjadi.
Mengapa alam bawah sadar kita jadikan sebagai tersangka, karena menurut Freud di dalam “Psikoanalisis” menyatakan bahwa hampir secara keseluruhan dari tindakan yang dilakukan manusia adalah terjadi dibawah pengaruh alam bawah sadar, yang hal ini sesungguhnya merupakan refleksi dari stimulus tidak sadar yang dilakukan oleh memori bagian terdalam dari subyek sebagai akibat dari afeksi-afeksi yang pernah diterimanya didalam proses relasi dan interaksi yang terjadi pada masa lampau.
Sebagai contoh sebagian dari remaja putri yang
berbelanja di mall, kebanyakan mereka tidakmembeli barang yang telah mereka
rencanakan sebelumnya, akan tetapi mereka malah membeli barang jenis lain yang tidak
dibutuhkan dan direncanakan sebelumnya karena adanya alasan-alasan irasional seperti
barang tersebut lucu, imut, eye catching.
Jika pada suatu sistem sosial (organisasi masyarakat) terdapat individu-individu yang mayoritasnya tidak memahami dari pada proposisi filosofis diatas, maka dapat dikatakan bahwa ini merupakan suatu fenomena sosial yang akan memiliki imbas negatif kedepan, yaitu kepada prilaku kolektif yang dilakukan secara tidak sadar dalam rangka self destruction atau peruntuhan suatu peradaban yang telah mereka capai sebelum generasi kontemporer.
Walaupun perubahan dan kesadaran adalah dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dihilangkan salah satunya, yang apa bila sisi lain dari koin ini dihilangkan maka akan berakibat hilangnya nilai sesungguhnya secara materialistis dalam fungsinya sebagai alat penukar, akan tetapi fenomena ketidak sadaran sosial ini telah tumbuh dan meng epidemi masyarakat dalam segala stratifikasi.
Apakah perilaku ini adalah kesalahan dari
masyarakat sebagai pemilik kesadaran kolektif? Jawabannya secara logis jelas
bukan, karena apa yang dilakukan masyarakat adalah hasil dari pada proses
oservasi subyektif terhadap, yang perilaku kurang terpuji dari kelompok pemilik
stratifikasi sosial yang lebih tinggi diatasnya, yang itu semua telah di eksploitasi melalui
media, atas nama demokrasi maupun komoditi, yang kemudian terjadi suatu proses simpati dan berakhir kepada kloning
prilaku.
Mengapa masyarakat sebagai suatu bagian dari sistem organisasi
sosial tidak dapat di jadikan sebagai tersangka? Karena sebagian besar sumber
daya yang dimiliki oleh suatu sistem sosial, hanyalah dikuasai oleh sebagian
kecil individu yang memiliki stratifikasi lebih tinggi, seperti kekuasaan, kapital,
kognisi dan sains, dan yang dimiliki masyarakat adalah kepatuhan karena tidak adanya akses terhadap kekuasaan, walaupun akses itu telah di buka melalui sistem eleksi, akan tetapi ini bukan merupakan suatu garansi.
Jika didalam praktek pada proses penyelenggaraan organisasi
terdapat penyimpangan-penyimpangan prilaku secara subyektif yang dilakukan oleh
pemilik stratifikasi lebih tinggi, yang pada akhirnya merugikan salah satu
pihak yaitu “stake holder”, yang sebenarnya dari stake holder inilah organisasi
tersebut dapat dijalankan karena merekalah pemilik/penghasil alat tukar atau dalam istilah lain bahwa merekalah yang bekerja, maka ini dapat
dikatakan sebagai cara perlahan untuk bunuh diri secara sadar (yang lahir dari alam bawah sadar
karena akumulasi prilaku).
Apalah arti
suatu organisasi jika ia eksis, akan tetapi tanpa memiliki alat penukar, maka dapat dibaratkan sebagai burung cendrawasih yang
hidup tanpa bulu, maka secara tidak langsung sang burung hanyalah penyandang
sebyektif sebuah nama dengan segala kebesaranya, sedangkan secara realiteit
fungsinya sebagai burung untuk dapat dinikmati oleh organisme manusia (sebagai
komoditi wisata) serta mengeksplorasi langit biru guna menjalankan fungsi
naturalnya, sehingga yang ada hanyalah isapan jempol belaka alias “nonsense”.
Maka
kalimat “Satu-satunya kepastian adalah ketidak pastian dan satu-satunya yang
konstan adalah perubahan” seharusnya menjadi suatu kesadaran kolektif
organisasi, bukan hanya kesadaran wajib untuk stratifikasi yang lebih rendah, yang pada
endingnya hal ini akan melahirkan tiran-tiran baru layaknya NEO ORDO yang bersembunyi
dibalik moralitas, norm, etik, nasionalisme, etnosentrisme dan budaya, yang
sebenarnya kata-kata tersebut hanyalah nonsense dan mimpi, jika tanpa di iringi
oleh kerja keras dan akumulasi kualitas waktu kerja serta kuantitas
subyek-subyek yang terlibat.
atmosuryo botjah angon
de febrero de 2015